Artikel
SOSOK HAYATUN NUFUS, PEMENANG LOMBA PRESENTER ANTARA DI HPN 2020
- 17 Februari, 2020
- 1.711 Kali
- Download
Jika menyebut Dayak,
sebagian besar masyarakat Indonesia pasti mengenalnya sebagai suku yang ada di
Pulau Kalimantan. Namun, tidak banyak yang tahu jika Suku Dayak terdiri dari
banyak rumpun dengan adat istiadat yang berbeda.
Salah satunya Dayak Deyah atau Dayak Tabalong yang merupakan
rumpun Barito Raya dari kelompok Dusun yang mendiami Pegunungan Riut, Kabupaten
Balangan, dan sebagian desa-desanya tersebar di Kabupaten Tabalong yang
merupakan wilayah utara di Kalimantan Selatan.
Hayatun Nufus adalah sosok yang paling getol melestarikan
seni budaya Suku Dayak Deyah. Bahkan, dia ke penjuru nusantara mengenalkan suku
leluhurnya tersebut agar lebih dikenal masyarakat luas.
"Saya biasanya membawakan seni tari api dengan sebutan
Nyai Undan. Alhamdulilah sudah tampil ke berbagai daerah dan terakhir pada
April 2019 di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Festival Bhineka Tunggal Ika
dapat juara 3 penampilan terbaik," kata Ibu Atun, demikian perempuan itu
biasa disapa oleh siswanya di SMPN 7 Muara Uya, Kabupaten Tabalong saat
bertandang ke kantor ANTARA Biro Kalimantan Selatan, Jumat (14/2).
Kabid Pariwisata Kabupaten Tabalong, Lilis Martadiana,
mengatakan sejak 2014, Hayatun aktif sebagai relawan pariwisata dengan menjadi
penari Suku Dayak.
Dalam setiap penampilannya di atas pentas seni budaya, wanita
kelahiran Haruai, 29 Mei 1978, ini acap kali satu tim bersama pemeran Suku
Dayak lainnya, yaitu Pengendara Iblis, Panglima Burung, Ajudan Panglima dan
Penari Bulat.
Hayatun termotivasi untuk melestarikan seni budaya Dayak karena
didasari semangatnya membangun citra positif suku tanah leluhur yang selama ini
disalahpersepsikan sebagian masyarakat.
"Dayak adalah nama suku bukan masalah agama. Saya Islam
tapi saya mencintai Suku Dayak karena saya orang Dayak Kalimantan yang ingin
terus melestarikan seni budaya Dayak agar semakin dikenal luas," tutur
wanita yang memiliki darah keturunan dari ayah Dayak Loksado, Kabupaten Hulu
Sungai Selatan dan ibu Dayak Upau, Kabupaten Tabalong itu.
Lulusan S2 Managemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE)
Pancasetia Banjarbaru ini ingin menyampaikan pesan bahwa orang Dayak juga
berpendidikan.
Dayak juga
ramah
Hayatun sendiri tercatat sebagai guru PNS sejak 2005 di SMPN
7 Muara Uya, Kabupaten Tabalong, dengan mengajar bidang studi IPS, Seni Budaya
dan juga Pendidikan Olahraga.
"Jadi orang Dayak belum tentu tidak sekolah. Kami juga
ingin berkarir sesuai cita-cita, di samping tetap melestarikan seni
budayanya," ujarnya.
Ibu dari tiga anak itu telah menularkan semangat melestarikan
seni budaya Dayak kepada putera pertamanya Ahmad Fajeriannoor yang duduk di
bangku kelas XII SMKN 1 Tanjung. Si sulung kerap tampil bersamanya di sejumlah
pentas seni.
Sedangkan dua anaknya yang lain Febra Maharani yang duduk di
kelas XI SMK Pelayaran Samarinda fokus mengikuti jejak sang ayah di dunia
militer. Sang suami, Arsyad, adalah anggota Kostrad. Sementara si bungsu, Ahmad
Tomba, masih duduk di kelas IV Sekolah Dasar dan sering pula diajak melihat
ibunya tampil di beberapa kesempatan.
"Saya ingin generasi milenial di Kalimantan terus
melestarikan seni budaya Dayak. Ayo, kita tunjukkan bahwa Dayak itu sosok
menyenangkan dan ramah terhadap setiap orang, serta yang paling penting lagi
jadi diri sendiri, yakni anggota Suku Dayak yang sederhana dan apa
adanya," katanya.
Hayatun menjadi perhatian ketika mengikuti lomba presenter TV
dan reportase di Booth ANTARA pada pameran Hari Pers Nasional (HPN) 2020
bertajuk "Expo Media Pers" di siring tugu Nol Kilometer Banjarmasin
pada Ahad (9/2).
Berkat penampilan apiknya, ditambah kostum Suku Dayak yang
berbeda dari yang lain, dia berhasil menyisihkan 108 peserta untuk menjadi yang
terbaik hingga mendapatkan hadiah handphone dari Sekretaris Perusahaan Perum
LKBN ANTARA Iswahyuni yang hadiahnya diserahkan Kepala Biro ANTARA Kalimantan
Selatan Aulia Badar.
Menariknya, pakaian khas Suku Dayak yang digunakan wanita
yang suka berpetualang di alam bebas ini merupakan hasil karya sendiri, yaitu
baju kulit kayu dari batang pohon daluang.
Daluang selama ini dikenal sebagai lembaran tipis yang dibuat
dari kulit kayu pohon daluang yang dipakai untuk menuliskan sesuatu. Beberapa
naskah kuno nusantara menggunakan daluang sebagai media penulisan di saat
kertas modern belum diperkenalkan.
"Alhamdulilah, baju unik dengan konsep khas Suku Dayak
ini banyak disukai orang. Bagi yang ingin memilikinya bisa pesan langsung dan
desainnya saya bikinkan. Ada juga yang hanya sewa untuk keperluan anak
sekolah dan sebagainya," kata dia.
Multitalenta
Hayatun memang multitalenta. Selain terampil menari dan
bernyanyi, dia juga juara dengan nilai 10 untuk penilaian akhir penampilan,
artikulasi 7, intonasi 8, tempo 8, dan penguasaan panggung 8.
Penunjukan dia sebagai guru mata pelajaran olahraga di sekolahnya,
di samping tugas utama sebagai guru pendidikan IPS dan guru pendidikan Seni
Budaya, ternyata bukan tanpa alasan.
Selain di SMPN 7 Muara Uya tidak ada guru pendidikan
olahraga, Hayatun ternyata atlet cabang atletik untuk nomor lari. Dia bahkan
pernah menyabet juara pertama di lomba lari 400 dan 800 meter kelas master usia
40 tahun ke atas tingkat Provinsi Kalimantan Selatan pada 2018 yang digelar
Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) FKIP Universitas Lambung
Mangkurat.
Lantaran prestasinya di cabang atletik, dia pun tercatat
sebagai atlet Persatuan Atlet Master Indonesia (Pami) dan Persatuan Atletik
Seluruh Indonesia (Pasi) serta anggota Kwarcab Bagian Pusat Pendidikan Latihan
Cabang (Pusdiklatcab).
Dia juga mendalami seni bela diri tradisional Kuntau dan
tergabung dalam Perguruan Singa Rimba Borneo serta menjadi anggota Komite
Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (Kormi).
Di tengah kesibukannya sebagai tenaga pendidik di sekolah dan
segudang aktivitasnya di bidang seni budaya, Hayatun juga peduli pada kegiatan
sosial masyarakat, bagian kesehatan dan bencana.
"Kalau kita menjalaninya dengan senang dan dari hati,
maka setiap pekerjaan akan terasa ringan dan menyenangkan. Begitu juga harapan
saya untuk Suku Dayak agar masyarakat luar yang melihat kami itu menjadi senang
dan gembira," katanya.*
Pewarta: Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
(Ami/Arie/Sekretariat Perusahaan)