Artikel

BEDAH RISIKO DI PERUM LKBN ANTARA OLEH LUTFI FACHDA PhD

BEDAH RISIKO DI PERUM LKBN ANTARA OLEH LUTFI FACHDA PhD

Lutfi Fachda, PhD saat menjadi pembicara dalam kegiatan "Bedah Risiko: Sharing Session Tentang Penyusunan Identifikasi Risiko dan Risk Profile" yang diselenggarakan Divisi Manajemen Strategis dan Riset Perusahaan Perum LKBN ANTARA pada Kamis (8/10).

 

Untuk memberikan pemahaman yang merata mengenai manajemen risiko, Divisi Manajemen Strategis dan Riset Perusahaan Perum LKBN ANTARA mengadakan kegiatan “Bedah Risiko: Sharing Session Tentang Penyusunan Identifikasi Risiko dan Risk Profile”, Kamis (8/10).

 

Pemateri adalah praktisi manajemen risiko yaitu Lutfi Fachda, PhD yang sudah lebih dari 20 tahun menggeluti bidang manajemen risiko serta beberapa bidang lain seperti corporate finance, legal business review dan juga business continuity management.

 

Kegiatan dilakukan secara virtual melalui platform Zoom dan diikuti lebih dari 50 orang dari sejumlah divisi, termasuk Divisi Keuangan, Satuan Pengawas Internal, Layanan Media dan Komunikasi, Sekretariat Perusahaan serta beberapa Biro Provinsi, termasuk Lampung, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Papua dan Biro Kuala Lumpur, Malaysia.

 

“Tujuan kegiatan ini adalah untuk berbagi pengetahuan sekaligus lebih mengenalkan pemahaman mengenai Manajemen Risiko kepada teman-teman di LKBN ANTARA yang baru pada tahun ini mengesahkan Pedoman Manajemen Risikonya,” kata GM Manstrat Iswahyuni.

 

Manajemen risiko sendiri, menurut Lutfi, sudah diterapkan lebih dari 20 tahun dari sekitar tahun 2002. Namun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru menerapkan selama beberapa tahun terakhir ini.

 

Lebih jauh dijelaskan bahwa Manajemen Risiko perlu diintegrasikan dengan Perencanaan Strategis Perusahaan, melalui Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) dan juga Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).

 

Kebijakan dan arahan strategis dari manajemen dapat dilihat dari apa yang dicerminkan di RKAP ataupun RJPP melalui pendapatan. Ia menambahkan bahwa risiko itu dikelola dan tidak sekedar menjadi pekerjaan administratif dengan mencatatkan risk register saja yang jumlahnya bisa mencapai ratusan.

 

Salah satu kiat penerapan manajemen risiko yang baik dan tidak membebani adalah perlu dicari value-nya dulu dari risiko itu, tambahnya.

 

Ia mencontohkan , “RJPP, misalnya mau dibawa ke mana, jadi manajemen risikonya akan ikut ke sana. Ada target pendapatan sekian triliun, fungsi manajemen risiko harus punya mekanisme bagaimana untuk mengamankan target pendapatan tersebut atau labanya.”

 

Dengan demikian, ini juga menunjukkan  adanya hubungan pengendalian risiko dan value-nya.

 

Tak kalah penting adalah memperkuat second-line of risks defense, yaitu para B0D-1 atau para Kepala Divisi untuk dapat senantiasa meningkatkan kapabilitas di bidang manajemen risiko agar dapat mengelola dan memutuskan mitigasi risiko yang timbul dalam kegiatan operasional sehari-hari, tambahnya.

 

Menurut Lutfi, ada tiga lapis pertahanan risiko yang terdiri dari pegawai sebagai ujung tombak pertama yang menangani persoalan keseharian, pengambil kebijakan sebagai lapis kedua yang bertugas mengantisipasi risiko sistemik. Yang terakhir adalah para auditor yang memeriksa pelaksanaan prosedur manajemen risiko secara keseluruhan.

(GM Nur Lintang/Iswahyuni/Manstrat)