Artikel
KANTOR BERITA ANTARA, KEMKOMINFO DAN RRI ADAKAN DIALOG PERBATASAN DI NUNUKAN
- 09 Juli, 2019
- 663 Kali
- Download
Kantor Berita Antara bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Radip Republik Indonesia kembali mengadakan dialog Menyapa Perbatasan. Kali ini diadakan di Nunukan dengan tema "Dilema Poros Perbatasan, Masalah dan Solusinya", Sabtu 6/7).
Salah satu solusi tentang berbagai masalah TKI (tenaga kerja Indonesia), yakni
pentingnya peran aktif daerah asal memberi bekal ketrampilan dan kesadaran
hukum bagi pahlawan devisa itu.
"Khususnya keperdulian Pemerintah Daerah NTT, Jatim dan Sulsel sebagai
daerah daerah asal terbanyak TKI," kata Asisten Pemerintahan dan Kesra
Kabupaten Nunukan, Kaltara Muhammad Amin SH mengimbau di Nunukan, Sabtu.
Imbauan itu juga bagi semua daerah yang mengirim warganya sebagai TKI melalui
pintu Nunukan. Secara kebijakan, Pemkab sangat mendukung Poros Perbatasan
dengan menyiapkan infrastruktur di daerah tapi masalah TKI bukan hanya di
Nunukan tapi mulai dari daerah asal hingga di negara tujuan.
Poros Perbatasan merupakan program pelayanan terintegrasi antara Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI),
Imigrasi, Disdukcapil, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kesehatan, Kepolisian dan
instansi lainnya.
Berdasarkan data, kata dia warga Nunukan atau Kaltara menjadi TKI sangat kecil
namun justru didominasi ketiga daerah itu.
Padahal masalah TKI bukan di Nunukan namun berawal dari persoalan di daerah
asal serta di negara tujuan, untuk wilayah Nunukan adalah Malaysia.
Masalah di daerah asal yang harus membutuhkan peran aktif pemerintah daerah,
antara lain memberikan ketrampilan, dokumen yang lengkap serta kesadaran hukum.
Khususnya sosialisasi pentingnya berangkat melalui jalur resmi dan memiliki
dokumen lengkap karena jika berangkat tanpa identitas maka pemeritah kesulitan
memberikan perlindungan.
Kebanyakan para TKI yang bermasalah ternyata memiliki pendidikan rendah, tidak
memiliki ketrampilan serta tidak paham tentang berbagai peraturan tenaga kerja
dan keimigrasian.
"Jadi bukan sekedar membekali ketrampilan, tapi juga perlu sosialisasi
tentang berbagai peraturan serta kesadaran hukum," katanya.
Dialog ini juga menghadirkan Kepala BP3TKI Nunukan AKBP Victor Sihombing, dan
Kepala Imigrasi Nunukan Hanton Hazali terungkap ada 2,5 juta TKI di Malaysia.
Data lain terungkap hampir 60 persen tenaga kerja itu masuk secara ilegal.
Selain kepada TKI, maka peran pemerintah daerah asal yang diharapkan adalah
mengawasi dan menertibkan perusahaan pengerah jasa tenaga kerja.
Diharapkan Pemda asal TKI tidak segan-segan menindak perusahaan tenaga kerja
bermasalah.
Sebagai daerah transit, Nunukan justru sering disalahkan padahal hanya
menampung masalah dari daerah asal TKI.
Pihaknya bukan hanya menampung tapi melayani konsumsi, pengobatan hingga
pemulangan ke daerah asal jika ada deportasi cukup besar.
Masalah di Malaysia
Dalam dialog itu, seorang pemerhati masalah perbatasan serta tokoh masyarakat
Mansyur setuju bahwa justru persoalan TKI banyak berawal dari daerah asal serta
di negara tujuan, yakni Malaysia.
Banyak persoalan TKI terjadi akibat faktor di dalam negara tujuan.
Misalnya, Pemerintah Malaysia dalam menerapkan hukum lebih tajam kepada TKI
ketimbang perusahaan penampung pekerja asal Indonesia.
Kebijakan pemerintah Malaysua untuk melakukan pemutihan (melegalkan pekerja
tanpa dokumen) seperti saat ini, katanya mendorong minat warga untuk menjadi
calon tenaga kerja ke Malaysia.
Ia menyarankan agar dua negara lebih meningkatkan kerja sama untuk mengatasi
berbagai masalah itu.
Terutama memberikan perlindungan lebih baik bagi TKI karena selama ini banyak
diperlakukan tidak manusiawi.
Pewarta : Redaksi
Editor: Iskandar Zulkarnaen
Iswahyuni/Sekretariat
Perusahaan
COPYRIGHT © ANTARA 2019