Artikel

BI BALI AJAK ANTARA-BISNIS INDONESIA "SHARING" DALAM "CAPACITIY BUILDING MEDIA 2021"

BI BALI AJAK ANTARA-BISNIS INDONESIA
Kepala LKBN ANTARA Biro Bali Edy M Ya'kub saat menjadi narasumber dalam acara Capacity Building Media 2021 di Singaraja, Buleleng, Kamis (7/10/2021). (ANTARA/Ni Luh Rhismawati)

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali mengadakan "Capacity Building Media 2021" di Singaraja, Buleleng, Bali pada 7-9 Oktober 2021, untuk membangun optimisme publik melalui pemberitaan dengan melibatkan LKBN ANTARA Biro Bali dan Harian Bisnis Indonesia-Bali untuk melakukan "sharing" bersama puluhan awak media di Pulau Dewata.

"Media merupakan mitra yang sangat penting agar pesan dapat sampai ke masyarakat dengan cepat dan mudah dipahami. Kami mengharapkan sinergitas dengan media yang sudah berjalan dengan baik, dapat ditingkatkan lebih baik lagi," ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho saat membuka acara itu (7/10/2021).

Oleh karena itu, ia mengajak insan media untuk membangun optimisme publik, terlebih pariwisata Bali menjelang dibuka untuk wisatawan mancanegara pada 14 Oktober 2021.

Sementara itu, Kepala LKBN ANTARA Biro Bali Edy M Ya'kub yang menjadi narasumber dalam acara "Capacity Building Media 2021" itu menyampaikan materi mengenai mengelola isu ekonomi dalam pemberitaan.

"Ada tiga wilayah yang memerlukan wartawan 'cerdas' yakni mereka yang meliput di wilayah konflik, wilayah bencana, dan wilayah pariwisata. Kita di Bali sebagai daerah pariwisata, tentunya tidak boleh mengabaikan fakta dalam pemberitaan ketika ada kasus," ucapnya.

Tetapi, kata Edy, ketika ada kasus, jangan sampai jurnalis hanya fokus pada pemberitaan kasusnya saja berhari-hari. Jurnalis hendaknya dapat memberitakan solusi atau penanganan terhadap kasus yang terjadi sehingga tidak sampai membuat ekonomi Bali terpapar terlalu dalam.

"Dari sisi Humas, kasus yang besar dapat segera di-stop dengan menghadirkan narasumber utama, seperti dirut atau gubernur/bupati, karena tanpa sumber utama akan mendorong wartawan cari sumber secara ngawur, sehingga kasusnya justru tidak selesai-selesai," katanya.

Menurut dia, hal itu menjadi salah satu dari lima langkah manajemen isu seperti disarankan ahli manajemen isu W Howard Chase & Barry Jones pada tahun 1976, yakni reaktif (melawan/stop), akomodatif, dan dinamis (paduan reaktif-akomodatif).

"Kalau skala isu atau kasus itu cukup besar ya solusinya reaktif atau melawan dengan menghadirkan narasumber utama. Jadi, selain wartawan harus cerdas untuk memikirkan dampak ekonomi bagi publik, maka jajaran Humas dari lembaga/perusahaan juga harus lincah dalam membaca skala isu, apalagi sekarang ada media sosial. Medsos juga harus jadi pertimbangan. Kalau isu itu dibiarkan dan medsos sudah mem-bully, maka lembaga/perusahaan itu bisa 'habis'," kata Edy.

Narasumber berikutnya, Kepala Biro Harian Bisnis Indonesia di Bali, Feri Kristianto, agaknya lebih banyak mengulas mengenai pentingnya "jurnalisme data" karena pemberitaan yang tidak dilengkapi data, termasuk berita yang belum lengkap atau belum terverifikasi.

"Data dengan sumber yang jelas menjadi penting karena dapat menghindarkan potensi penulis terkena gugatan hukum. Di era digital seperti sekarang ini, tentu menjadi lebih mudah untuk mendapatkan data dari sumber-sumber resmi," ucapnya.

Terkait data-data ekonomi dalam pemberitaan, ujar Feri, hendaknya dinarasikan dengan bahasa yang sederhana dan istilah yang mudah dipahami sehingga pesan yang ingin disampaikan mengena pada masyarakat.

"Untuk pemberitaan ekonomi juga perlu mengikuti trend perekonomian dan perbandingan dengan data pada tahun sebelumnya," kata Feri yang mengapresiasi langkah Kantor Perwakilan BI Bali yang rutin menyelenggarakan "Capacity Building Media 2021" untuk awak media di Bali itu (*)

(Ni Luh Rhismawati/Hendi/Sekretariat Perusahaan)